BAB
I
PENURUNAN
UKURAN POPULASI
1.Pembunuhan tak
terkendali
Pembunuhan tak
terkendali merupakan pembunuhan yang terjadi secara tidak terkendali. Pada
Negara yang sedang berkembang, kasus pembunuhan yang tak terkendali sangat
memprihatinkan. Beberapa hewan diketahui rentan terhadap perburuan tak
etrkendali seperti gajah, badak, paus dan lainya. Contoh klasik adalah kasus
perburuan gajah afrika untuk diambil gadingnya. Pada Tahun 1970-an ketika harga
gading meningkat, terjadilah perburuan yang tidak terkendali. Kasus kepunahan
Harimau jawa di Indonesia juga di duga disebabkan oleh perburuan tak terkendali
pada tahum 1950-an, ketika populasi Harimau tinggi.
2.Fragmentasi
Habitat
Fragmentasi Habitat
adalah sebuah proses perubahan lingkungan yang berperan penting dalam evolusi dan biologi konservasi. Sebagaimana yang tersirat pada
namanya, ia mendeskripsikan kemunculan fragmentasi lingkungan pada habitat
suatu organisme. Fragmentasi habitat dapat disebabkan oleh proses-proses geologis yang secara perlahan mengubah tata
letak lingkungan maupun oleh aktivitas manusia yang dapat mengubah lingkungan
secara cepat. Proses fragmentasi habitat secara alami diduga merupakan salah
satu sebab utama spesiasi, sedangkan proses fragmentasi
habitat oleh manusia menyebabkan kepunahan banyak spesies
Fragmentasi habitat sering kali
disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti agrikultur dan urbanisasi. Habitat yang sebelumnya terhubung
menjadi terbagi menjadi dua fragmen. Setelah pembersihan habitat yang intensif,
kedua fragmen yang terpisah tersebut akan terisolasi satu dengan lainnya.
Lahirnya era reformasi di Indonesia yang telah disalah
artikan oleh berbagai kalangan ternyata membawa dampak berupa ancaman serius
terhadap kawasan konservasi di berbagai tempat.
Ancaman tersebut diantaranya berupa penebangan hutan
secara membabi buta, perambahan kawasan konservasi di berbagai tempat,
pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan dan lain kegiatan yang berdampak
langsung pada habitat satwa liar yang umumnya terdapat di Kawasan konservasi.
Berbagai kegiatan tersebut umumnya meninggalkan bekas
berupa kawasan hutan yang telah terbuka sehingga menimbulkan dampak berupa
fragmentasi habitat dari satwa liar. Kondisi ini terjadi pada beberapa kawasan
konservasi di Indonesia, salah satunya adalah kawasan Taman Nasional Kutai yang
dibelah oleh jalan trans Kalimantan yang menghubungkan antara Kota Bontang dan
Kota Sangatta.
Menurut Wilcove dkk. (1986) Fragmentasi habitat adalah
peristiwa yang menyebabkan habitat yang luas dan berkelanjutan diperkecil atau
dibagi menjadi dua atau lebih fragmen.
Primack dkk. (1998) menyatakan, bahwa habitat yang telah
terfragmentasi oleh adanya pembuatan jalan, lahan pertanian, perkotaan atau
kegiatan manusia yang lain menyebabkan terjadinya dua hal penting yaitu:
1. Fragmen memiliki daerah tepi yang lebih luas daripada
habitat asal
2. Daerah pusat (tengah) lebih dekat ke daerah tepi
Suatu jenis tertentu akan memiliki ruang gerak yang lebih
sempit untuk melakukan aktivitas hidupnya akibat daerah pusat dari suatu
habitat tersebut lebih dekat dengan daerah tepi sehingga predator ataupun
makhluk hidup pengganggu lebih mudah berinvasi ke dalam.
Munculnya fragmentasi habitat bermula dari adanya
pembangunan jalan yang membelah kawasan hutan. Selain menjadi
akses bagi para perusak hutan, jalan juga menyebabkan kawasan hutan menjadi
terbelah. Kondisi ini juga bisa menyebabkan adanya efek tepi yaitu efek buruk
yang ditimbulkan oleh keberadaan daerah tepi. Efek tepi bisa menyebabkan
turunnya kelembapan udara, mengeringkan serasah akibat udara panas yang
berhembus dari lahan terbuka di tepi hutan dan masuk ke dalam kawasan hutan sehingga membuat stres pada beberapa tumbuhan. Selain
itu daerah tepi biasanya digunakan oleh para satwa predator untuk menunggu
buruanya sehingga seringkali dimanfaatkan oleh para pemburu liar untuk
mendapatkan tangkapan satwa.
Efek tepi bisa membuat kondisi habitat tidak lagi nyaman
ditinggali oleh satwa dan tumbuhan. Beberapa makanan satwa seringkali tidak
bisa dijumpai pada daerah tersebut karena terkena dampak pemanasan dari daerah
tepi sehingga menyebabkan tumbuhan pakan satwa tersebut menjadi mati. Demikian
pula tumbuhan lain yang berada di tempat tersebut yang sensitif terhadap panas
dan kelembapan udara yang turun drastis akan mengakibatkan tumbuhan tersebut
tidak bisa hidup secara normal. Habitat dengan kondisi tersebut dinamakan
sebagai habitat tepi.
Apabila diukur, lebar jalan yang dibuat biasanya hanya
mencapai 10 atau 12 meter, akan tetapi dampaknya bisa lebih besar dan bahkan
bisa mencapai kiloan meter. Sehingga habitat yang tadinya luas untuk hidup
nyaman bagi para satwa dan tumbuhan liar akhirnya menjadi menyempit, belum lagi
ditambah dengan adanya kegiatan para perusak hutan yang bisa masuk dengan
menggunakan akses jalan tersebut.
Fragmentasi habitat juga mengakibatkan
adanya komunikasi antar satwa liar menjadi terputus sehingga menimbulkan terjadinya
perkawinan dengan sejawatnya (inbreeding) yang akan menghasilkan keturunan yang
lemah daya tahan tubuhnya sehingga mudah terserang penyakit dan akhirnya lebih
banyak yang mati, sehingga regenerasi menjadi rendah. Apabila satwa tersebut
banyak yang mati, maka kecenderungannya adalah menjadi punah dan sulit untuk
menjumpainya lagi.
Untuk menyiasati agar terjadi hubungan komunikasi antar
satwa liar dari tempat lain biasanya dibuat koridor yang menghubungkan antara
kawasan hutan yang satu dengan yang lainnya. Namun jalan dengan kepadatan
laulintas tinggi dan pemukiman yang padat akan sulit di lewati oleh satwa untuk
menyeberang.
Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap akibat adanya
fragmentasi habitat disebabkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan yang tidak
hanya terdapat pada masyarakat kelas bawah namun juga pada masyarakat kelas
menengah ke atas yang umumnya lebih silau dengan uang segar (fresh money) yang dihasilkan dengan
mengeksploitir hutan secara membabi buta yaitu dengan cara mengambil kayunya,
menguras isi perut hutan berupa batu bara, emas, dan lain sebagainya dan tidak
bisa memulihkan kembali kondisi hutan seperti sedia kala bahkan telah dirubah
fungsi sebagai kawasan non kehutanan.
Kondisi ini perlu diatasi dengan berbagai upaya
diantaranya penyuluhan, penerbitan buku yang berisi penelitian tentang dampak
fragmentasi habitat, deseminasi, seminar, simposium, lokakarya atau tulisan –
tulisan yang bisa mengubah pola pandang dan pola pikir terhadap berbagai
kawasan konservasi yang ada. Kegiatan tersebut diharapkan mampu meredam laju
pengrusakan terhadap kawasan konservasi sehingga bahaya kepunahan terhadap
satwa liar akan bisa tereliminir.
Upaya penyadaran memang tidaklah mudah karena berbagai
kendala akan muncul, namun yang diharapkan adalah niat yang tulus dan iklas
serta didukung semangat yang tinggi dan tak kenal lelah sehingga hasil yang
diharapkan akan memuaskan semua pihak.
3. Invasi spesies eksotis
Menurut Wikipedia (2008),
spesies invasif mempunyai beberapa macam definisi, yaitu (1) non-indigenous species
atau spesies asing yang menyebabkan habitat diinvasi dan dapat merugikan baik
secara ekonomis, lingkungan maupun ekologis; (2) native dan non-native
species, spesies yang mengkoloni secara berat habitat tertentu; dan
(3) widespread
non-indigenous species, spesies yang mengekspansi suatu habitat.
Jadi spesies invasif mencakup spesies asing (eksotik) dan spesies asli yang
tumbuh di habitat alaminya.
Karakter
spesies invasif antara lain: tumbuh cepat, reproduksi cepat, kemampuan menyebar
tinggi, toleransi yang lebar terhadap kondisi lingkungan, kemampuan untuk hidup
dengan jenis makan yang beragam, reproduksi aseksual, dan berasosiasi dengan
manusia.
Spesies
asing invasif adalah spesies-spesies flora maupun fauna, termasuk
mikroorganisma yang hidup di luar habitat alaminya, tumbuh dengan pesat karena
tidak mempunyai musuh alami, sehingga menjadi gulma, hama dan penyakit pada
spesies-spesies asli.
(1)
Berdasarkan data The
Invasive Species Specialist Group/ISSG (2004) terdapat sekitar 100
spesies yang sangat invasif, termasuk diantaranya kirinyu (Chromolaena odorata)
(Lampiran 1). Invasi hayati oleh spesies-spesies saat ini telah disadari
sebagai salah satu ancaman pada keberlangsungan keanekaragaman hayat dan
ekosistem asli. Sebagai kompetitor, predator, patogen dan parasit,
spesies-spesies asing invasif ini mampu merambah semua bagian ekosistem
alami/asli dan menyebabkan punahnya spesies-spesies asli. Dalam skala
besar spesies asing invasif ini mampu merusak ekosistem alami/asli.
Selama
jutaan tahun, hambatan alam berupa lautan, pegunungan, sungai dan gurun menjadi
isolasi alam yang berfungsi sebagai penghalang pergerakan alami sehingga
keunikan berbagai spesies dan ekosistem tetap terjaga. Penghalang alam
yang telah ada dalam ratusan tahun tersebut menjadi tidak efektif disebabkan
berbagai perubahan global yang membuat suatu spesies dapat berpindah melintasi
jarak yang jauh dan masuk ke suatu habitat baru dan menjadi spesies asing
invasif.
Penghalang
alami yang mampu menahan interaksi berbagai spesies selama jutaan tahun telah
berakhir dengan meningkatnya pergerakan dan kegiatan manusia.
Transportasi global, pertumbuhan volume perdagangan dan wisata serta ditambah
adanya perdagangan bebas memberikan kesempatan yang lebih besar bagi suatu
spesies untuk berpindah dari habitat aslinya. Penghalang pergerakan alami
yang semula mampu mengisolasi pergerakan spesies-spesies asing ini dapat
terjadi secara disengaja, melalui introduksi spesies komoditas, perdagangan dan
kepariwisataan, atau tidak disengaja, melalui penempelan berbagai spesies
makhluk hidup ini pada kapal, kontainer, mobil, benih, dan tanah.
4. Rantai
kepunahan
Kepunahan merupakan ancaman
nyata bagi berbagai makhluk hidup. Sayangnya, kepunahan yang menimpa puluhan
bahkan ratusan spesies hewan dan tumbuhan di seluruh dunia bukanlah karena
seleksi alam, di mana yang kuat yang menang. Kepunahan itu lebih karena seleksi
buatan manusia, di mana yang tak terjamah tangan manusia yang bisa bertahan
hidup.
Persatuan Bangsa-Bangsa
(PBB) memperingatkan, banyaknya spesies yang hilang dapat memengaruhi kondisi
kehidupan manusia.
Melebarnya kota-kota, lahan pertanian, dan infrastruktur merupakan alasan utama sulitnya menahan kerusakan keanekaragaman hayati. PBB juga melaporkan, saat ini sistem alami seperti hutan dan lahan basah telah rusak. Proses alami seperti pemurnian udara dan air juga hilang.
Melebarnya kota-kota, lahan pertanian, dan infrastruktur merupakan alasan utama sulitnya menahan kerusakan keanekaragaman hayati. PBB juga melaporkan, saat ini sistem alami seperti hutan dan lahan basah telah rusak. Proses alami seperti pemurnian udara dan air juga hilang.
Menurut hasil penelitian
Global Species Assessment (GSA) tahun 2004, sekitar 15.589 spesies yang terdiri
dari 7.266 spesies satwa dan 8.323 spesies tumbuhan dan lumut kerak,
diperkirakan berada dalam resiko kepunahan. Belum lagi ditambah dengan jenis
makhluk hidup lain yang tidak teridentifikasi.
S.L. Pimm dalam The Future Of Biodiversity mengemukakan bahwa laju kepunahan spesies saat ini adalah 10 hingga 100 kali lipat dari laju kepunahan alami. Bila tingkat laju kepunahan berlanjut atau terus meningkat, jumlah spesies yang menjadi punah dalam dekade berikut bisa berjumlah jutaan. Sebagian besar orang hanya berpikir hanya spesies mamalia berukuran besar dan burung yang terancam kepunahan, tapi sebenarnya kestabilan seluruh ekosistem menjadi terganggu dengan punahnya spesies kunci pada salah satu rantai makanan.
S.L. Pimm dalam The Future Of Biodiversity mengemukakan bahwa laju kepunahan spesies saat ini adalah 10 hingga 100 kali lipat dari laju kepunahan alami. Bila tingkat laju kepunahan berlanjut atau terus meningkat, jumlah spesies yang menjadi punah dalam dekade berikut bisa berjumlah jutaan. Sebagian besar orang hanya berpikir hanya spesies mamalia berukuran besar dan burung yang terancam kepunahan, tapi sebenarnya kestabilan seluruh ekosistem menjadi terganggu dengan punahnya spesies kunci pada salah satu rantai makanan.
Gangguan atau kerusakan pada
berbagai ekosistem yang paling menonjol dan yang menyebabkan komponen yang
menyusun ekosistem, yaitu keanekaragaman varietas (genetic, variety, atau
subspecies diversity), keanekaragaman jenis (species diversity) juga ikut
terganggu. Akibatnya, terjadilah kepunahan varietas atau jenis hayati yang
hidup di dalam ekosistem. Pada akhirnya, baik secara langsung ataupun tidak
langsung, manusia yang sangat tergantung pada kelestarian ekosistem tapi
berlaku kurang bijaksana terhadap lingkungannya, akan merasakan berbagai
akibatnya. Kerusakan lingkungan, khususnya di Indonesia, telah terjadi pada
berbagai tempat dan berbagai tipe ekosistem. Misalnya, pada ekosistem pertanian,
pesisir dan lautan. Ancaman kepunahan satwa liar juga telah terjadi di
mana-mana.
Hilangnya satu spesies dari muka bumi berarti berkurangnya kekayaan alam, sekaligus menjadi isu moral bagi pihak yang berpendapat manusia sebagai penanggung jawab kelestarian lingkungan, sekaligus pihak yang mendukung hak hidup untuk semua spesies hewan.
Kepunahan suatu spesies yang menjadi mangsa atau pemangsa dalam suatu ekosistem berdampak pada peningkatan atau penurunan jumlah populasi spesies lain. Begitu seterusnya, hingga semua spesies musnah dan ekosistem menjadi rusak dan tidak bisa kembali seperti semula. Selain itu, setiap spesies memiliki materi genetik yang unik yang tersimpan dalam DNA, dan menghasilkan bahan kimia yang unik sesuai instruksi genetik yang dimiliki. Bahan kimia dari tumbuhan, misalnya sangat berpotensi untuk digunakan sebagai senyawa obat-obatan dalam industri farmasi.
Sudah sangat banyak bukti yang menunjukkan betapa lingkungan telah semakin rusak dan beraneka ragam spesies yang semakin punah. Banyak hal sederhana yang dapat kita lakukan untuk penyelamatan lingkungan yang juga bermanfaat untuk penyelamatan makhluk hidup lainnya. kepunahan satu spesies, membuka jalan kepunahan spesies lainnya termasuk kita manusia
Faktor - Faktor Penyebab Kepunahan Jenis :
1.Kerusakan Hutan
Hilangnya satu spesies dari muka bumi berarti berkurangnya kekayaan alam, sekaligus menjadi isu moral bagi pihak yang berpendapat manusia sebagai penanggung jawab kelestarian lingkungan, sekaligus pihak yang mendukung hak hidup untuk semua spesies hewan.
Kepunahan suatu spesies yang menjadi mangsa atau pemangsa dalam suatu ekosistem berdampak pada peningkatan atau penurunan jumlah populasi spesies lain. Begitu seterusnya, hingga semua spesies musnah dan ekosistem menjadi rusak dan tidak bisa kembali seperti semula. Selain itu, setiap spesies memiliki materi genetik yang unik yang tersimpan dalam DNA, dan menghasilkan bahan kimia yang unik sesuai instruksi genetik yang dimiliki. Bahan kimia dari tumbuhan, misalnya sangat berpotensi untuk digunakan sebagai senyawa obat-obatan dalam industri farmasi.
Sudah sangat banyak bukti yang menunjukkan betapa lingkungan telah semakin rusak dan beraneka ragam spesies yang semakin punah. Banyak hal sederhana yang dapat kita lakukan untuk penyelamatan lingkungan yang juga bermanfaat untuk penyelamatan makhluk hidup lainnya. kepunahan satu spesies, membuka jalan kepunahan spesies lainnya termasuk kita manusia
Faktor - Faktor Penyebab Kepunahan Jenis :
1.Kerusakan Hutan
Kerusakan hutan juga
berperan andil dalam menurunnya kenekaragaman hayati (spesies). Di Aceh,
hampir 30 hektar hutan rusak setiap tahunnya. Total luas hutan di Aceh adalah
3,3 juta hektare atau sekitar 62,7 persen luas total wilayah Aceh. Pembalakan
liar dan pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit meruapakan faktor
terbesar rusaknya hutan Aceh.Akibat dari rusaknya hutan dan pencemaran
lingkungan adalah semakin meningkatnya pemanasan global (global warming) yang
berdampak pada perubahan iklim. Para ilmuwan telah menunjukkan dengan
penelitian intensif bahwa planet bumi telah terancam. Selain itu akibat
perubahan iklim dan kehilangan habitat dan ekspansi yang dilakukan oleh
manusia, kepunahan spesies semakin bertambah tinggi.
2.Perburuan
Liar
Perburuan liar banyak
dilakukan oleh masyarakat ,misalnya perburuan burung jalak putih, karena
jenis burung itu laku dijual mahal di pasar-pasar burung di kota,
sehingga para pemburu liar ini mendapat penghasilan yang cukup
besar dari memperdagangkan burung itu. Selain burung jalak putih banyak hewan –
hewan yang terancam punah karena perburuan liar misalnya, gajah Sumatra,
harimau Sumatra, badak bercula satu , cendrawasih , orang utan , dan masih
banyak yang lainnya. Perburuan liar yang lainnya , contohnya
perburuan ikan di laut yang banyak menggunakan pukat atau bom , dengan cara
tersebut nelayan memang mendapatkan ikan yang banyak dan mudah, namun tanpa
disadari cara tersebut telah merusak seluruh ekosistem yang ada di
sekitarnya. Sehingga menambah panjang deretan kepunahan jenis.
3.Pertambahan
Penduduk
Pertambahan penduduk adalah
ancaman terbesar dari masalah lingkungan hidup di Indonesia dan bahkan dunia
saat ini. Setiap orang memerlukan energi, lahan dan sumber daya yang besar
untuk bertahan hidup. Jika populasi bisa bertahan pada taraf yang ideal, maka
keseimbangan antara lingkungan dan regenerasi populasi dapat tercapai. Namun
kenyataannya adalah populasi bertumbuh lebih cepat dari kemampuan bumi dan
lingkungan kita untuk memperbaiki sumber daya yang ada sehingga pada akhirnya kemampuan
bumi akan terlampaui dan berdampak pada kualitas hidup manusia yang rendah.Pada
tahun 1960 hingga 1999, populasi bumi berlipat ganda dari 3 milyar menjadi 6
milyar orang. Pada tahun 2000 populasi sudah menjadi 6.1 milyar. PBB
memprediksi bahwa populasi dunia pada tahun 2050 akan mencapai antara 7.9
milyar sampai 10.9 milyar, tergantung ada apa yang kita lakukan sekarang.
Dapatkah dibayangkan berapa banyak bahan pangan, lahan untuk pertanian, lahan
untuk perumahan, dan barang konsumsi lainnya yang dibutuhkan oleh
penduduk.Dengan tingginya laju pertumbuhan populasi, maka jumlah kebutuhan
makanan pun meningkat padahal lahan yang ada sangat terbatas. Untuk memenuhi
kebutuhan makanan, maka hutan pun mulai bibabat habis. Konversi hutan menjadi
tanah pertanian bisa menyebabkan erosi. Selain itu bahan kimia yang dipakai
sebagai pupuk juga menurunkan tingkat kesuburan tanah. Dengan adanya pembabatan
hutan dan erosi, maka kemampuan tanah untuk menyerap air pun berkurang sehingga
menambah resiko dan tingkat bahaya banjir.
4.Perkembangan
Teknologi
Semakin maju perkembangan
teknologi, banyak cara praktis dan mudah yang dapat dilakukan, misalnya dalam
bidang pertanian , di gunakannya pupuk kimia dan pestisida yang semakin tak
terkendali. Perkembangan teknologi yang pesat, memudahkan orang
untuk mengeksploitasi keanekaragaman hayati secara berlebihan semakin
mudah dilakukan.
5.Daya Regenerasi Yang Rendah
Banyak hewan yang butuh waktu lama untuk masuk ke tahap berkembang biak, biasa memiliki satu anak perkelahiran, butuh waktu lama untuk merawat anak, sulit untuk kawin, anaknya sulit untuk bertahan hidup hingga dewasa, dan sebagainya. Tumbuhan tertentu pun juga terkadang membutuhkan persyaratan situasi dan kondisi yang langka untuk bisa tumbuh berkembang. Hal tersebut menyulitkan spesies yang memiliki daya regenerasi / memiliki keturunan rendah untuk memperbanyak dirinya secara signifikan. Berbeda dengan tikus, ayam, lalat, kelinci, dll yang mudah untuk melakukan regenerasi.
6.Campur Tangan Manusia
Adanya manusia terkadang menjadi malapetaka bagi keseimbangan makhluk hidup di suatu tempat. Manusia kadang untuk mendapatkan sesuatu yang berharga rela membunuh secara membabi buta tanpa memikirkan regenerasi hewan atau tumbuhan tersebut. Gajah misalnya dibunuhi para pemburu hanya untuk diambil gadingnya, harimau untuk kulitnya, monyet untuk dijadikan binatang peliharaan, dan lain sebagainya.Perubahan areal hutan menjadi pemukiman, pertanian dan perkebunan juga menjadi salah satu penyebab percepatan kepunahan spesies tertentu. Mungkin di jakarta jaman dulu terdapat banyak spesies lokal, namun seiring terjadinya perubahan banyak spesies itu hilang atau pindah ke daerah wilayah lain yang lebih aman.
5.Daya Regenerasi Yang Rendah
Banyak hewan yang butuh waktu lama untuk masuk ke tahap berkembang biak, biasa memiliki satu anak perkelahiran, butuh waktu lama untuk merawat anak, sulit untuk kawin, anaknya sulit untuk bertahan hidup hingga dewasa, dan sebagainya. Tumbuhan tertentu pun juga terkadang membutuhkan persyaratan situasi dan kondisi yang langka untuk bisa tumbuh berkembang. Hal tersebut menyulitkan spesies yang memiliki daya regenerasi / memiliki keturunan rendah untuk memperbanyak dirinya secara signifikan. Berbeda dengan tikus, ayam, lalat, kelinci, dll yang mudah untuk melakukan regenerasi.
6.Campur Tangan Manusia
Adanya manusia terkadang menjadi malapetaka bagi keseimbangan makhluk hidup di suatu tempat. Manusia kadang untuk mendapatkan sesuatu yang berharga rela membunuh secara membabi buta tanpa memikirkan regenerasi hewan atau tumbuhan tersebut. Gajah misalnya dibunuhi para pemburu hanya untuk diambil gadingnya, harimau untuk kulitnya, monyet untuk dijadikan binatang peliharaan, dan lain sebagainya.Perubahan areal hutan menjadi pemukiman, pertanian dan perkebunan juga menjadi salah satu penyebab percepatan kepunahan spesies tertentu. Mungkin di jakarta jaman dulu terdapat banyak spesies lokal, namun seiring terjadinya perubahan banyak spesies itu hilang atau pindah ke daerah wilayah lain yang lebih aman.
6.Bencana Alam Besar
Adanya bencana super dahsyat
seperti tumbukan meteor seperti yang terjadi ketika jaman dinosaurus
memungkinkan banyak spesies yang mati dan punah tanpa ada satu pun yang selamat
untuk meneruskan keturunan di bumi. Sama halnya dengan jika habitat spesies
tertentu yang hidup di lokasi yang sempit terkena bencana besar seperti bancir,
kebakaran, tanah longsor, tsunami, tumbukan meteor, dan lain sebagainya maka
kepunahan mungkin tidak akan terelakkan lagi.
7.Didesak
Populasi Lain Yang Kuat
Kompetisi antar predator
seperti macan tutul dengan harimau mampu membuat pesaing yang lemah akan
terdesak ke wilayah lain atau bahkan bisa mati kelaparan secara masal yang
menyebabkan kepunahan.
8.Spesies Yang Terancam Punah
8.Spesies Yang Terancam Punah
World Wildlife Fund (WWF)
mencatat, spesies yang terancam punah karena berbagai sebab sangat banyak, mulai
dari tuna sirip biru, beruang laut Pasifik hingga kupu-kupu Monarch. Dalam
survei yang dilakukan terhadap 47.677 jenis hewan dan tumbuhan yang tergolong
daftar merah didapati 17.291 spesies yang terancam punah alias hilang dari muka
bumi.
Dibandingkan dengan 2008,
dalam survei kali ini, jumlah spesies yang terancam punah mengalami peningkatan
sebanyak 2.800 spesies. Beberapa spesies yang terancam punah itu antara lain
dua jenis kadal yang ditemukan belum lama ini di Filipina, juga katak pohon
Panama yang amat langka.
Seperlima spesies yang terancam punah merupakan jenis mamalia dan sebagian lagi merupakan jenis reptil. Craig-Hilton Taylor, yang mengelola daftar itu, mengatakan, apa yang terdata hanyalah puncak gunung es dari kondisi di alam sebenarnya. Artinya, jumlah spesies yang terancam punah bisa jadi lebih banyak dari itu, tetapi tidak terdata dalam survei.
Seperlima spesies yang terancam punah merupakan jenis mamalia dan sebagian lagi merupakan jenis reptil. Craig-Hilton Taylor, yang mengelola daftar itu, mengatakan, apa yang terdata hanyalah puncak gunung es dari kondisi di alam sebenarnya. Artinya, jumlah spesies yang terancam punah bisa jadi lebih banyak dari itu, tetapi tidak terdata dalam survei.
Indonesia memiliki
keanekaragaman hayati yang sangat besar, yakni 17 persen dari seluruh jumlah
spesies di dunia walupun hanya memiliki luas wilayah sebesar 1,3 persen dari
luas daratan di dunia.
Keanekaragaman hayati di Indonesia terus mengalami kemerosotan. Data yang dihimpun dari "red list" menyatakan tujuh jenis flora dan fauna di Indonesia dinyatakan punah, 160 spesies dinyatakan dalam katagori kritis terancam punah dan 175 jenis dikatagorikan terancam punah.
Keanekaragaman hayati di Indonesia terus mengalami kemerosotan. Data yang dihimpun dari "red list" menyatakan tujuh jenis flora dan fauna di Indonesia dinyatakan punah, 160 spesies dinyatakan dalam katagori kritis terancam punah dan 175 jenis dikatagorikan terancam punah.
Dalam daftar merah itu
disebut juga harimau yang diperkirakan populasinya kini hanya sekitar 3.500
ekor. Keberadaan harimau di Asia, termasuk Indonesia, diyakini dalam kondisi
sangat terancam karena perburuan liar, konversi lahan, dan pembukaan hutan.Selain
itu, 465 jenis dikatagorikan "vurnerable" atau mudah terancam punah
dan 20 jenis dikatagorikan terancam dan sangat tergantung pada upaya
konservasi.
5.
Polusi dan Pencemaran Lingkungan
Polusi
atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan
lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas
lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan
menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya
(Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982).
Zat
atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran disebut polutan. Syarat-syarat
suatu zat disebut polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan kerugian
terhadap makhluk hidup. Contohnya, karbon dioksida dengan kadar 0,033% di udara
berfaedah bagi tumbuhan, tetapi bila lebih tinggi dari 0,033% dapat rnemberikan
efek merusak.
Suatu
zat dapat disebut polutan apabila:
1.
jumlahnya melebihi jumlah normal
2.
berada pada waktu yang tidak tepat
3.
berada pada tempat yang tidak tepat
Sifat
polutan adalah:
1.
merusak untuk sementara, tetapi bila telah bereaksi dengan zat
lingkungan tidak merusak lagi
lingkungan tidak merusak lagi
2.
merusak dalam jangka waktu lama.
Contohnya
Pb tidak merusak bila konsentrasinya rendah. Akan tetapi dalam jangka waktu
yang lama, Pb dapat terakumulasi dalam tubuh sampai tingkat yang merusak.
Macam-macam
Pencemaran
Macam-macam
pencemaran dapat dibedakan berdasarkan pada tempat terjadinya, macam bahan
pencemarnya, dan tingkat pencemaran.
a.
Menurut tempat terjadinya
Menurut
tempat terjadinya, pencemaran dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu pencemaran
udara, air, dan tanah.
1.
Pencemaran udara
Pencemar
udara dapat berupa gas dan partikel. Contohnya sebagai berikut.
a.
Gas HzS. Gas ini bersifat racun, terdapat di kawasan gunung berapi, bisa juga dihasilkan dari pembakaran minyak bumi dan
batu bara.
b.
Gas CO dan COz. Karbon monoksida (CO) tidak berwarna dan tidak berbau, bersifat
racun, merupakan hash pembakaran yang tidak sempurna dari bahan buangan mobil
dan mesin letup. Gas COZ dalam udara murni berjumlah 0,03%. Bila melebihi
toleransi dapat meng- ganggu pernapasan. Selain itu, gas C02 yang terlalu
berlebihan di
bumi dapat mengikat panas matahari sehingga suhu bumi panas. Pemanasan global di bumi akibat C02 disebut juga sebagai efek rumah kaca.
bumi dapat mengikat panas matahari sehingga suhu bumi panas. Pemanasan global di bumi akibat C02 disebut juga sebagai efek rumah kaca.
c.
Partikel SOZ dan NO2. Kedua partikel ini bersama dengan partikel cair membentuk
embun, membentuk awan dekat tanah yang dapat mengganggu pernapasan. Partikel padat,
misalnya bakteri, jamur, virus, bulu, dan tepung sari juga dapat mengganggu
kesehatan.
d.
Batu bara yang mengandung sulfur melalui pembakaran akan meng- hasilkan sulfur
dioksida. Sulfur dioksida ber$ama dengan udara serta oksigen dan sinar matahari
dapat menghasilkan asam sulfur. Asam ini membentuk kabut dan suatu saat akan
jatuh sebagai hujan yang disebut hujan asam. Hujan asam dapat menyebabkan
gangguan pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Misalnya gangguan pernapasan, perubahan
morfologi pada daun, batang, dan benih.
Daftar
Pustaka
Arief, H. 1995. Lebensraumpraferenzen das Javanashorn im Ujung Kulon
National Park, West Java, Indonesien. Thesis. Institut fur Wildbiologie
und Jagkunde. Georg-August Universitat, Gottingen.ISSG. 2004. 100 of the world’s worst invasive alien species. ISSG: Auckland
KLH. 2002. Keanekaragaman hayati dan pengendalian jenis asing invasif. KLH-the Nature Conservancy: Jakarta
Mutaqin, I.Z. 2002. Upaya penanggulangan tanaman eksotik Acacia nilotica di kawasan Taman Nasional Baluran, dalam KLH (2002), Keanekaragaman hayati dan pengendalian jenis asing invasif. KLH-the Nature Conservancy: Jakarta, pp: 39-48.
Wikipedia. 2008. Invasive species. http://en.wikipedia.org/wiki/Invasive_species.[25 Maret 2008]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar